BeritaPemerintahan

12 Tahun Berlalu, Perda Perlindungan Petani Masih Mangkrak di Sumenep

150
×

12 Tahun Berlalu, Perda Perlindungan Petani Masih Mangkrak di Sumenep

Sebarkan artikel ini
12 Tahun Berlalu, Perda Perlindungan Petani Masih Mangkrak di Sumenep
Foto anggota Komisi I DPRD Sumenep, Ahmad Jauhari, S.IP., M.Phil. sekaligus wakil ketua Bapemperda saat ngopi dipinggiran jalan kota Sumenep bersama ketua AWDI Sumenep

Sumenep, Forumkota.com – Dua belas tahun sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Kabupaten Sumenep masih belum memiliki aturan turunan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Kondisi ini menjadi potret jelas kelalaian pemerintah daerah dan DPRD yang mestinya bertanggung jawab atas perlindungan hukum terhadap petani.

Padahal, sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat Sumenep. Mayoritas penduduk menggantungkan hidup dari lahan sawah, ladang, hingga perkebunan. Namun hingga kini mereka masih berhadapan dengan risiko kerugian akibat harga komoditas yang anjlok, serangan hama, hingga minimnya akses permodalan. Tanpa perda, tidak ada payung hukum yang kokoh untuk memastikan hak-hak petani terlindungi.

Anggota Komisi I DPRD Sumenep, Ahmad Jauhari, S.IP., M.Phil., secara terbuka mengakui bahwa lambannya proses pembahasan perda tersebut adalah bentuk kelalaian bersama antara legislatif maupun eksekutif.

“Seharusnya perda ini sudah selesai sejak awal. Perda perlindungan petani sama pentingnya dengan perda perlindungan nelayan. Ini kebutuhan primer yang menyangkut dasar hukum kesejahteraan petani. Faktanya, sampai hari ini belum tuntas, dan itu bisa disebut bentuk kelalaian kita, baik legislatif maupun eksekutif,” tegas Ahmad Jauhari, Rabu (17/9/2025).

Menurutnya, kritik publik terhadap DPRD dan pemerintah daerah adalah sesuatu yang wajar. “Penilaian masyarakat bahwa kita lalai itu sah-sah saja. Pertanian adalah sektor utama warga Sumenep, tapi perda yang menjadi payung hukumnya justru dibiarkan mandek bertahun-tahun,” tambahnya

Meski mengakui kelalaian, Ahmad Jauhari memastikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mendorong percepatan. Ia menekankan pentingnya partisipasi masyarakat agar perda ini tidak kembali macet di tengah jalan.

“Di Bapemperda kami terbuka kapan saja. Masyarakat tidak harus melalui mekanisme formal untuk menyampaikan aspirasi. Komunitas maupun elemen publik bisa langsung menyuarakan masukannya,” jelasnya.

Ia mencontohkan, organisasi petani, kelompok tani, maupun lembaga advokasi dapat turut serta menyodorkan draf maupun rekomendasi substansi yang menyangkut perlindungan petani. Menurutnya, partisipasi publik justru menjadi kunci agar perda ini lahir sesuai kebutuhan riil di lapangan

Politisi Komisi I itu menegaskan, Perda Perlindungan Petani kini sudah masuk dalam daftar prioritas pembahasan DPRD. Ia menekankan bahwa perda ini tidak boleh lagi ditunda.

“Sama halnya dengan perda perlindungan nelayan, perda perlindungan petani adalah kebutuhan mendesak. Karena sektor pertanian adalah sektor primer masyarakat Sumenep. Tidak boleh lagi ditunda,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan