Oleh. Muhammad Daifi
Pengurus DPC GEN Z Madura Kab. Sumenep
Aktivis Revolusioner
Demo yang di gelar pada Tanggal 25-29 Agustus 2025 berakhir tragis, aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi rakyat tapi malah menghabisi seorang ojol tanpa belas kasihan.
Ojol rela meninggalkan pekerjaannya hanya untuk ikut menyuarakan keadilan, tapi malah bukan mendapat keadilan melainkan nyawanya melayang di tangan seorang oknum yang katanya penegak hukum, sedangkan mereka yang bergelar wakil rakyat malah enak enakan sampai joget joget dengan gaji 3 juta per hari-100 juta perbulan.
Aspirasi rakyat di bungkam, keadilan yang seharusnya di berikan dengan senang hati tapi malah di telanjangi habis habis oleh para elit oligarky.
Jika kejadian anarkis semacam itu dibiarkan, maka rakyat indonesia ini akan semakin memanas dan bukan tidak mungkin kalau tragedi berdarah tahun 98 akan terulang kembali.
Mestinya aparat penegak hukum harus melindungi para pendemo bukan malah di hakimi dengan menghabisi nyawanya, sebab ketika hukum sudah tidak lagi pada tempatnya maka bisa di pastikan demokrasi akan kehilangan marwahnya.
Terkait tuntutan pembubaran DPR ini bukan hanya berlangsung di masa kepresidenan saat ini, tapi mulai sejak bungkarno jadi president beliau juga pernah membubarkan DPR pada saat itu.
Harusnya para anggota dewan menerima sebuah aspirasi rakyat dan memberikan ruang diskusi kepada para aktivis bagaimana nantinya akan menemukan titik terang terhadap apa yang menjadi tuntutannya.
Dewan perwakilan rakyat (DPR) harusnya intropeksi diri bukan malah mencurigai fikiran rakyat dengan menghujani para pendemo dengan tembakan gas air mata yang notabenya itu hanya akan memicu kekacauan publik.
Ini perlu adanya evaluasi dari pemerintah khususnya presiden prabowo untuk segera mengambil sikap, sebab jika ini dibiarkan maka implikasinya nanti akan banyak korban lagi dan demo itu terus berlanjut tidak akan ada habis habisnya.