SUMENEP | Forumkota.com – Sejumlah aktivis hukum yang tergabung di Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH – FORpKOT) tampaknya sangat getol menyoroti proses hukum kasus dugaan korupsi Kapal Gaib di tubuh PT Sumekar tahun anggaran 2019 yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Hal itu lantaran masih adanya sejumlah orang yang diduga keras terlibat ataupun ikut serta dalam peristiwa kasus dugaan korupsi Kapal Gaib yang sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Sumenep.
Sebelumnya, lembaga yang bergerak di bidang advocating ini membeberkan sejumlah nama yang dinilai merupakan terduga pelaku utama dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kapal yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 5.809.000.000,00 (Lima Milyar Delapan Ratus Sembilan Juta Rupiah) itu.
Kali ini, FORpKOT menyebut ada sekitar 5 (lima) orang yang patut diduga ikut serta dalam kasus dugaan korupsi kapal gaib yang telah menyeret dua mantan petinggi PT Sumekar sebagai tersangka.
Lima orang tersebut diduga telah melakukan pemufakatan jahat untuk mempolitisasi peristiwa kasus dugaan korupsi pengadaan Kapal Cepat dan Kapal Tongkang tersebut menjadi kasus perdata.
” Bukti adanya pemufakatan jahat yang dilakukan oleh sejumlah mantan petinggi dan pemegang saham mayoritas PT Sumekar tahun 2019 silam tersebut yakni dengan adanya perjanjian utang atau pengakuan piutang atas dana 5,8 Milyar yang secara resmi dinotariskan di Kantor Notaris NA (inisial) pada tahun 2020 silam,” ujar Herman Wahyudi, SH, Senin (1/05).
Alasannya, lanjut pria yang akrab disapa Herman itu, perjanjian atau pengakuan piutang oleh dua mantan petinggi PT Sumekar dalam rapat umum pemegang saham (RUPS)luar biasa yang digelar pada tahun 2020 atas transaksi pengeluaran keuangan untuk pengadaan kapal cepat dan kapal tongkang tersebut cacat secara hukum.
Sebab tidak memenuhi syarat obyektif sahnya suatu perjanjian atau persetujuan berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata. Dimana dalam pasal 1320 ada empat syarat, salah satunya adalah sesuatu yang halal atau tidak dilarang.
” Artinya sesuatu yang halal atau tidak dilarang itu tidak melawan hukum. Namun dalam proses pengadaan kapal cepat dan kapal tongkang ini sudah sangat jelas ada perbuatan melawan hukumnya. Karena pengadaannya tanpa melalui RUPS dan tidak dilelang. Hal tersebut sudah sangat jelas melabrak peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Selain itu, imbuh Herman, dana yang digunakan untuk pengadaan kapal cepat dan kapal tongkang yang dihutangkan kepada mantan Direktur Utama dan Direktur Operasional PT Sumekar tersebut bersumber dari uang negara.
” Mana ada regulasi yang mengatur bahwa uang negara itu dihutangkan kepada orang yang tidak jelas statusnya dan bahkan tanpa adanya agunan. Ini kan sudah jelas pemufakatan jahat dan wajib untuk dijerat pidana,” tambahnya.
Oleh sebab itu, kata Herman, siapapun yang tanda tangan dalam Akta Notaris no 07, tanggal 09 Juli 2020 tersebut patut diduga ikut serta dalam kasus dugaan korupsi kapal cepat dan kapal tongkang ini.
” Apalagi salah satu pengaku utang uang negara yang mencapai 5,8 Milyar lebih tersebut telah ditetapkan tersangka,” jelasnya.
Disinggung siapa saja yang diduga telah melakukan pemufakatan jahat dalam peristiwa kasus dugaan korupsi pengadaan kapal di PT Sumekar? Pria yang berprofesi sebagai advocat itu dengan gamblang menjawab ada 6 orang.
” 1) Pemegang saham mayoritas. 2) Mantan Komisaris Utama PT Sumekar. 3) Mantan Komisaris PT Sumekar. 4) Mantan Direktur Utama PT Sumekar yang sudah menjadi tersangka. 5) Mantan Direktur Operasional PT Sumekar. Terakhir (6) Notaris NA yang telah menerbitkan Akta Notaris perjanjian utang tersebut,” tukasnya.