Sumenep | forumkota.com – Viralnya pemberitaan di beberapa media online yang tergabung dalam AWDI DPC Sumenep terkait pembentukan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) Periode 2021-2026 yang dilakukan oleh Bupati Sumenep, Achmad Fauzi. SH., MH., pada tahun 2021 kemarin, semakin menyita perhatian publik.
Sebab, pasca LBH FORpKOT Sumenep gelar audiensi dengan Komisi IV DPRD Sumenep, pada Senin siang 17 Januari 2022 kemarin, publik digemparkan dengan kabar pembubaran pengurus/anggota DPKS Periode 2021-2026 yang baru seumur jagung itu.
Sekretaris Komisi IV DPRD Sumenep, Abu Hasan. SH., mengatakan bahwa sesuai dengan regulasi yang ada, berdirinya DPKS ini didasari atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 dan ditindaklanjuti Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumenep Nomor 7 Tahun 2013.
Menurutnya, pemerintah mengeluarkan PP No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dalam rangka melaksanakan beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Maka terkait dengan fokus rekomendasi ini, kami menghendaki agar rekrutmen anggota DPKS yang cacat secara hukum itu dibatalkan,” tegas Abu Hasan kepada awak media di ruang Komisi IV DPRD Sumenep, Jum’at (21/1/22).
Bagi politisi partai PKB tersebut, Perda Kabupaten Sumenep Nomor 7 Tahun 2013 merupakan produk politik yang dipikirkan secara detail oleh anggota DPRD Sumenep pada masanya. Dirinya berkeyakinan, semua itu pasti membutuhkan pemikiran-pemikiran yang jeli dan cerdas.
“Karena memang sudah cukup jelas dalam Perda tersebut di bagian ke 5 pasal 169 ayat 7 mengharuskan untuk dibentuknya DPKS itu didasari atas terbitnya Peraturan Bupati Sumenep (Perbup, red),” jelas Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Dalam kaca mata hukum atas persoalan ini butuh berfikir sehat, bagaimana sebuah lembaga itu terbentuk tanpa aturan main yang jelas. “Ya aturan mainnya di Perbup itu, yang harus dilaksanakan oleh DPKS dan dijadikan acuan,” ujar Abu Hasan.
Abu Hasan pun mengibaratkan persoalan ini sama seperti semisalnya seseorang pesan sandal. Ketika membelinya dengan tidak menyebutkan nomor dan warna apa, pasti tidak akan cocok dan tidak akan dipakai sesuai kepentingan.
“Ya kira-kira begitu juga lah, keberadaan dan kepentingan untuk dibentuknya DPKS ini. Artinya harus diatur oleh regulasi,” terang dia.
Lebih lanjut pria asal kepulauan kangean memaparkan, dari hasil rapat koordinasi bersama pihak-pihak terkait, Komisi IV DPRD Sumenep menyimpulkan merekomendasi pembatalan terhadap rekrutmen DPKS tersebut.
“Yang saya sayangkan mas, disini kan waktu rapat koordinasi kita undang Kabag Hukum karena ini permasalahan hukum. Kami juga tidak serta merta. Komisi dengan segala kewenangannya juga memperhatikan sisi hukumnya. Semestinya ini dihentikan terlebih dahulu sampai ada aturan main yang mengikat secara hukum,” ungkapnya.
Ia melihat kelalaian yang dilakukan Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setkab Sumenep dalam konteks pembentukan atau rekrutmen DPKS. Karena menganggap enteng atau tidak penting adanya Perbup.
“Misalnya kalau Kabag Hukum ini mau peka terhadap permasalahan, sudah tahu rekrutment DPKS itu tidak ada Perbupnya tapi masih dilanjut, ini kan sebuah kelalaian,” kesalnya.
Padahal, tambah Abu Hasan, Perbup itu merupakan kata kuncinya. Namun seakan-akan menurut Kabag Hukum, cukup dengan SK. Semestinya setiap dikeluarkan SK Bupati itu ada dasarnya.
“Terserah kalau memang kelembagaannya harus dibubarkan karena sudah cacat hukum dari awal, ya terserah publik nanti yang akan menghakimi semua itu,” katanya.
Sekali lagi, Abu Hasan menegaskan bahwa, pihaknya tidak merekomendasikan membubarkan DPKS. Tapi ada beberapa masyarakat pemberi mandat datang kepadanya menyampaikan, agar DPKS itu dibubarkan saja. Karena tidak memberikan kontribusi yang maksimal juga terhadap pendidikan yang ada di kabupaten ini.
“Saya tidak berhak dalam konteks itu, karena memang sudah ada aturan main yang mengaturnya,” pungkasnya (Ndr/Bas)