SUMENEP | Forumkota.com – Ingatan publik terkait kasus penganiayaan dan perampasan yang menimpa dua Wartawan Online (Daring) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, pada tanggal 26 Maret 2023 di Desa Batuampar, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep hingga saat ini masih belum pupus.
Kasus yang berakhir memilukan lantaran diselesaikan dengan Keadilan Restorasi atau Restorative Justice dengan mahar 150 juta tersebut akan menjadi sejarah kelam bagi dunia Jurnalis di Bumi Arya Wiraraja ini.
Tak heran apabila beberapa aktivis hukum di Kabupaten peradaban ini menilai kandasnya proses hukum perkara kekerasan terhadap pers tersebut menjadi runtuhnya marwah jurnalis di Kota Keris ini.
Bambang Hodawi, SH., MH., mengatakan bahwa, penegakan hukum di Kabupaten Sumenep saat ini menjadi bahan tertawaan masyarakat. Karena apabila hukum itu menyentuh orang berduit, maka hukum menjadi permainan seperti boneka lemah tak berdaya.
” Sangat disayangkan ya, jika proses hukum kasus penganiayaan atau perampasan yang disertai kekerasan yang dilakukan oleh eks kepala desa dan kepala desa Batuampar ini dihentikan karena Restorative Justice (RJ),” ujarnya, Kamis (06/04).
Menurut pengacara kondang asal Kecamatan Bluto tersebut Restorative Justice (RJ) itu memang baik. Tapi tidak semua tindak pidana dapat diselesaikan dengan RJ.
” Sudah ada ketentuan khusus tindak pidana yang bisa diselesaikan melalui Restorative Justice,” ucapnya.
Kata Bambang sapaan karibnya, pasal yang disangkakan kepada eks kades dan kades Batuampar itu berlapis, yakni Pasal 368 ayat (1) atau Pasal 335 ayat (1)jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP jo. Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Pasal tersebut adalah perbuatan tindak pidana yang tidak termasuk dalam katagori perkara atau kasus yang dapat diselesaikan secara Restorative Justice.
” Maka dari itu wajib hukumnya Polres Sumenep melanjutkan perkara tersebut walaupun tanpa sepengetahuan atau persetujuan korban,” imbuhnya.
Namun, sambung dia, apabila penyidik Polres Sumenep tidak melanjutkan kasus tersebut tentu akan menjadi polemik baru yang dapat merugikan Polres Sumenep sendiri.
Alasanya, tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang akan membawa perkara kasus pidana tersebut ke Polda Jawa Timut atau ke Mabes Polri.
Selain itu, akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polres Sumenep dalam hal penegakan hukum.
” Jadi Polres Sumenep tidak mempunyai alasan apapun untuk tidak melanjutkan proses hukum kasus tersebut sampai ke Kejaksaan. Karena kasus tersebut telah membuat gaduh masyarakat khusunya insan pers,” tegasnya.
Sementara, kata Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, SH., perkara kasus penganiayaan dan perampasan disertai kekerasan yang menyeret mantan dan Kades Batuampar telah diterbitkan Surat Pemberhentian Penyelidikan dan Penyidikan (SP3).
” Sudah,” singkatnya.