Legitimasi Hukum Belum Jelas, Aktivitas DPKS Berikut Anggarannya Terancam Dibekukan

Legitimasi Hukum Belum Jelas, Aktivitas DPKS Berikut Anggarannya Terancam Dibekukan
Herman Wahyudi. SH. (Ketua LBH FORpKOT) Saat di Ruang Kerja Komisi IV DPRD Sumenep

Sumenep | forumkota.com – Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH – FORpKOT) rupanya tak main-main dalam mengawal polemik pembentukan keanggotaan Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS), Madura, Jawa Timur, periode 2021-2026.

Terbukti pada hari ini, Senin 07 Maret 2022, lembaga yang bergerak dibidang advocating itu telah resmi melayangkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep agar segera melakukan pembekuan terhadap segala aktivitas dan anggaran yang berkaitan dengan DPKS.

Ketua LBH FORpKOT, Herman Wahyudi. SH., menegaskan, pembekuan segala aktivitas DPKS dan semua anggaran yang berkaitan dengan DPKS harus dilakukan oleh DPRD Sumenep.

“Jika hal itu tidak dilakukan, dalam artian anggaran yang telah disiapkan untuk DPKS ini tetap dicairkan, maka sangat berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujarnya, Senin (07/03).

Karena, kata Herman sapaan karibnya, pembentukan keanggotaan dan kedudukan/keberadaan DPKS di Kota Keris ini belum didasari payung (Legitimasi) hukum yang jelas. Sehingga, segala bentuk aktivitas yang dilakukan dan yang berkaitan dengan DPKS bisa dikatakan ilegal.

“Selama perbup tentang DPKS sebagai amanat dari Perda No. 07 Tahun 2013 belum dibuat/ada, maka aktivitas yang dilakukan oleh anggota DPKS yang dilantik oleh Bupati Sumenep tahun 2021 kemarin cacat hukum dan tak wajib dibiayai oleh negara,” tegasnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, kami mendesak Ketua DPRD Kabupaten Sumenep agar segera menerbitkan surat rekomendasi pembekuan aktivitas DPKS dan juga anggarannya kepada eksekutif dalam hal ini Bupati Sumenep.

“Hal itu harus segera dilakukan. Karena DPKS ini bukan hanya mendapat dana dari pemerintah, namun DPKS ini juga diperbolehkan mendapat dana hibah dari swasta. Hal itu tertuang dalam AD/ART DPKS,” tandasnya.

Pelecehan Hasil Rapat Kerja Komisi IV Oleh Ketua DPRD Sumenep

Sebelumnya, polemik rekruitment DPKS periode 2021-2026 ini telah terbit surat rekomendasi pembatalan dari Komisi IV DPRD Sumenep.

Terbitnya surat rekomendasi pembatalan tersebut berawal dari audiensi yang digelar oleh Komisi IV DPRD Sumenep dengan LBH FORpKOT dan juga hasil rapat kerja Komisi IV dengan Dinas Pendidikan beserta Bagian Hukum Setkab Sumenep beberapa bulan yang lalu.

Namun sayang, redaksional rekomendasi atau hasil rapat kerja Komisi IV tersebut diduga dirubah oleh Ketua DPRD Sumenep.

Pasalnya, Ketua Dewan Sumenep, KH. Abdul Hamid Ali Munir, SH., diketahui hanya mengirimkan surat rekomendasi klarifikasi lanjutan kepada pihak eksekutif.

Padahal laporan hasil rapat kerja Komisi IV sudah sangat jelas, yakni meminta kepada Ketua DPRD Sumenep untuk menerbitkan rekomendasi agar Dinas Pendidikan Sumenep segera melakukan proses dan seleksi ulang kembali terhadap pembentukan keanggotaan DPKS periode 2021-2026 sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan.

Fenomena tersebut membuat Ketua LBH FORpKOT murka dan merasa berang atas sikap Ketua DPRD Sumenep yang telah meragukan dan melecehkan hasil rapat kerja Komisi IV.

Bahkan pengacara muda Peradi itu tak segan-segan menyebut jika Ketua DPRD Sumenep tersebut telah melacurkan produk hukum yang dikeluarkan oleh institusinya sendiri.

Karena menurutnya, kesalahan yang paling fatal dalam hal rekruitment anggota DPKS Periode 2021-2026 tersebut lantaran pada saat prosesnya tidak mengacu pada Perda Sumenep No. 07 Tahun 2013.

“Begini, dalam persoalan DPKS ini secara tidak langsung kami itu memperjuangkan produk hukum yang dikeluarkan oleh DPRD. Karena yang dikangkangi oleh Eksektutif adalah Perda No. 07 Tahun 2013,” demikian kata Herman Wahyudi. SH., Rabu (23/02) di Hotel Kangen.

Seharusnya, kata pria yang akrab disapa Herman ini, pimpinan DPRD Sumenep ini bersikap tegas, bukan malah bersikap yang terkesan tidak perduli terhadap produknya sendiri.

“Ini sudah pelecehan pada Legislatif. Karena Perda No. 07 Tahun 2013 itu dianggap tidak penting oleh Eksekutif. Jika seperti ini kan sama halnya telah melacurkan produknya sendiri,” tandasnya. (Ndr/Bas)

Example 325x300

Tinggalkan Balasan