SUMENEP | Forumkota.com – Dua orang wartawan media daring Kabar Oposisi dan Koran Patroli yang semula mengaku jadi korban penganiayan dan perampasan oleh mantan dan Kepala Desa (Kades) Batuampar, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, saat ini menjadi bahan olok-olokan publik.
Selama dua hari terakhir ini, dua oknum wartawan berinisial M dan S tersebut menjadi topik pembahasan di berbagai Wathsap Group (WAG) jurnalis dan aktivis.
Hal itu lantaran dua oknum wartawan yang diketahui sebagai pelapor kasus pemukulan dan perampasan oleh mantan dan Kades Batuampar tersebut tiba-tiba mencabut laporannya setelah para pelaku dijebloskan ke dalam penjara.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada hari Minggu (26/03) yang lalu M dan S (inisial) mengaku menjadi korban kekerasan pers berupa perampasan dan penganiayaan oleh mantan Kades dan Kades Batuampar, masing-masing berinisial MFR dan RB. AMA.
Pada hari yang sama, peristiwa yang menimpa kedua wartawan Sumenep tersebut kemudian mengambil langkah hukum dilaporkan ke Mapolres Sumenep, berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/85/III/2023/SPKT/Polres Sumenep/Polda Jawa Timur, dan Laporan Polisi Nomor: LP/B/86/III/2023/SPKT/Polres Sumenep/Polda Jawa Timur.
Peristiwa pilu itu sontak menyita perhatian publik Kota Keris, utamanya kalangan jurnis dan aktivis Sumenep.
Kemudian menjadi lokomotif pergerakan, pada Kamis (30/3/2023), aktivis dan jurnalis yang tergabung di DPC AWDI Kabupaten Sumenep, menggelar demonstrasi ke Mapolres setempat mendesak untuk menangkap kedua pelaku yang telah melakukan pemukulan atau kekerasan terhadap dua wartawan yang salah satunya adalah anggota DPC AWDI Sumenep.
Berselang satu hari, pada Jumat (31/3/2023), apa yang dijanjikan oleh Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Irwan Nugraha kepada peserta aksi itu menjadi kenyataan.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif dan dianggap telah cukup bukti, mantan Kades dan Kades Batuampar pun dilakukan penahanan.
Satu hari kemudian, Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widitarti, S.H. melalui keterangan tertulis menyampaikan, bahwa para pelaku perampasan dan penganiayaan terhadap dua wartawan Sumenep terhitung pada hari Sabtu, 1 April 2023, resmi ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Dalam hitungan jam setelahnya, entah angin apa yang merasuki dua wartawan Sumenep itu? Sehingga keduanya bersepakat untuk mencabut laporan polisi malam itu juga.
Dua oknum wartawan yang menjadi korban kekerasan itu memilih penyelesaian keadilan restoratif atau restorative justice dengan para tersangka yang kemudian digelar pada Senin (3/4/2023) sebagaimana diatur dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021.
Alternatif penyelesaian perkara yang ditempuh dengan tempo sesingkat itu, tak terelakkan menggoncang dunia kewartawanan.
Tindakan demikian dinilai para aktivis dan jurnalis Kota Keris adalah bentuk penghianatan terhadap sejawat yang turut memperjuangkan keadilan untuk kedua korban tersebut.
Dalam hal ini, Ketua DPC AWDI Sumenep, M. Rakib sangat menyayangkan atas sikap inkonsistensi yang diumbar para korban seolah tanpa dosa, hingga mereka pun lupa cara berterimakasih kepada rekan-rekannya yang rela turun ke jalan demi marwah profesi.
Ditegaskan Rakib sapaan karibnya, bahwa pihaknya selaku pimpinan organisasi pers yang berdiri di garda terdepan mengawal perkara ini, tidak dilibatkan dan tidak mau terlibat dalam pada persoalan pencabutan laporan polisi oleh kedua korban itu.
“Kami (AWDI Sumenep) sangat menyayangkan atas pencabutan laporan pada malam itu. Dalam hal ini sikap organisasi tegas tetap mengawal proses hukum yang sudah berjalan, sekalipun sudah digelar RJ kemarin ya,” ungkapnya, Selasa (4/4/2023), saat ditemui di Kantor DPC AWDI Sumenep.
Kabiro media panjinasional.net Sumenep itu juga menyampaikan, dirinya bersama rekan-rekan jurnalis di AWDI Sumenep tidak ambil pusing terkait adanya mahar Rp 150 juta dalam proses RJ tersebut, yang riuh di berbagai WhatsApp group.
“Kami tidak ada kepentingan soal itu semua, RJ itu hak mereka yang memang diperbolehkan secara hukum. Makanya kami akan tetap berupaya tegak lurus mengawal perkara ini, walaupun telah dikhianati,” ujarnya.
Bahkan lebih mirisnya lagi, imbuh Rakib, hingga detik ini kedua korban tidak sanggup menunjukkan batang hidungnya ke titik yang menjadi saksi sejarah para aktivis dan jurnalis waktu itu.
Sehingga dirinya belum juga tahu alasan pasti atas pencabutan laporan polisi yang dilakukan secara otodidak oleh dua oknum wartawan tersebut.
“Atas nama pribadi dan organisasi, saya ucapkan terimakasih pada rekan-rekan yang turut serta memperjuangkan marwah profesi. Setidaknya kita berbangga karena aspirasi sudah tersampaikan, walapun ada yang menodai pergerakan kita,” tutup Rakib.